Situbondo – Di era digital saat ini, media massa memiliki peran penting dalam membentuk opini publik, menyebarkan informasi, dan mempengaruhi perilaku masyarakat. Namun, kode etik jurnalistik yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjalankan tugas sering kali diabaikan. Padahal, media seharusnya menyampaikan informasi dengan jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Kode etik jurnalistik mencakup berbagai aspek, mulai dari kejujuran dalam pelaporan berita, penghormatan terhadap privasi individu, hingga menghindari penyebaran informasi yang menyesatkan atau merugikan pihak tertentu. Namun, masih ada oknum wartawan yang menyalahgunakan profesinya demi keuntungan pribadi.
Beberapa dari mereka bahkan mencari celah untuk menyoroti kesalahan atau kejanggalan pihak tertentu demi kepentingan pribadi. Modus yang sering digunakan adalah membesar-besarkan isu negatif agar pihak yang diberitakan merasa tertekan dan akhirnya bersedia memberikan sejumlah uang kepada wartawan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini tidak hanya mencoreng nama baik profesi jurnalistik, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap media massa. Secara etika jurnalistik, tindakan semacam ini bisa menimbulkan masalah serius dalam menjaga integritas pemberitaan.
Kasus dugaan pemerasan oleh oknum wartawan kembali mencuat. Seorang korban berinisial AS mengaku pernah menjadi korban pemerasan oleh seorang oknum wartawan media online Pojok Kiri, Biro Situbondo, bernama Zainullah, yang dikenal dengan panggilan Inul, di box redaksi ditulis Zainul.
“Betul, saya pernah jadi korban pemerasan oknum wartawan itu,” ujar AS.
AS mengungkapkan bahwa ia pernah mentransfer sejumlah uang langsung ke rekening pribadi Zainullah sebagai bentuk tekanan dari oknum wartawan tersebut.
“Saya kirim uang langsung ke rekeningnya. Rekeningnya di Bank BCA atas nama Zainullah,” tambahnya.
Bahkan, AS mengingat jelas nomor rekening yang digunakan untuk menerima transfer tersebut.
“Saya masih ingat nomor rekeningnya, 1210810141, BCA atas nama Zainullah. Itu rekening pribadinya yang dikirim melalui WhatsApp,” tegas AS.
Tindakan seperti ini tidak hanya melanggar kode etik jurnalistik, tetapi juga berpotensi masuk dalam ranah pidana. Berdasarkan Pasal 369 ayat 1 KUHP, tindakan pemerasan dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 4 tahun.
Saat dikonfirmasi oleh media, Zainullah atau Inul tidak membantah tuduhan yang dilayangkan kepadanya.
“Ini nuduh saya yaa Silakan beritakan,” ujarnya singkat.
Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai dugaan permintaan transfer uang ke rekening pribadinya, ia memilih menghapus pesan WhatsApp yang sebelumnya dikirim.
Ketika kembali dimintai klarifikasi, Inul justru balik bertanya kepada media.
“Terkait apa” tanyanya.
Ia juga menanyakan identitas pihak yang melakukan transfer dan jumlah nominal yang dikirimkan.
Yang transfer siapa” tanyanya lagi.
“Kapan”, lanjutnya.
“Nominalnya berapa”, tambahnya.
Kasus ini tentu menambah daftar hitam praktik penyalahgunaan profesi jurnalistik oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka diperlukan pihak berwenang agar segera mengambil tindakan supaya integritas profesi jurnalis tetap terjaga dan kepercayaan publik terhadap media massa tidak semakin luntur.
Penulis : Red
Editor : Red